PARTNER

Kamis, 09 Desember 2010

Semiotika Olah Raga

Bahasa Universal Sepak Bola
Euforia penonton seketika memuncak, sesaat setelah "Bepe" berhasil menyarangkan bola ke gawang Thailand di menit ke 82. Sorak sorai dan yel - yel membahana, teriakan histeria penonton terdengar di sana - sini. Tarian - tarian selebrasi pun ikut mewarnai kegembiraan para pemain di lapangan.

Sungguh menarik sekali menyaksikan beberapa laga yang dimainkan tim garuda. Bukan hanya karena mereka berhasil melibas Laos, Malaysia dan Thailand. Tapi juga karena pertunjukan indah yang dipertontonkan para suporter. Mereka bersatu dalam satu semangat, yaitu Indonesia. Segala perbedaan lebur seketika. Menjelma menjadi satu nafas yang "memerahkan" Gelora Bung Karno.

Dari sini saya tahu bahwa sepak bola adalah bahasa universal yang menyatukan mereka. Menghancurkan batas perbedaan identitas kedaerahan, bahasa, etnis, budaya dan agama.

Menghibur sekali jika tiap laga sepak bola di tanah air dihiasi dengan semangat seperti itu. Tapi ini baru sebatas mimpi.

Hingga saat ini, masih saja terjadi kerusuhan - kerusuhan antar suporter. Korban terus berjatuhan, kerugian terus meningkat. Hingga jangan heran jika toko - toko lebih memilih tidak berjualan, warga lebih memilih menutup pintu dan jendela rapat - rapat atau para pengendara lebih memilih menyingkir tiap kali ada iringan suporter sepak bola.

Sepak bola seperti bukan lagi bahasa universal. Tapi malah menjadi sarana memecah persatuan dan menegaskan batas perbedaan. Lebih tragis lagi, sepak bola dianggap menjadi akar permasalahan dan kerusuhan.

Tapi kesalahan sebenarnya bukan pada sepak bola nya. Melainkan aktor - aktor yang ada dibaliknya. Para pemain yang tidak sportif, wasit yang tidak netral atau suporter yang terus saja membuat kerusuhan.

Sudah saatnya sepak bola tanah air kembali ke roh aslinya, seperti yang diperlihatkan para suporter di Gelora Bung Karno beberapa waktu yang lalu. Sehingga berita sepak bola tetap ditempatkan pada rubrik olah raga, dan bukan menjadi rubrik kriminal.

Atau di televisi seharusnya sepak bola nantinya tetap dalam kategori "untuk semua umur", bukan berubah menjadi kategori "bimbingan orang tua" atau malah jadi "dewasa / 17+".

Hahaha, ini ngelantur yang mungkin saja bisa terjadi.

Secara denotatif, sepak bola hanya merupakan sebuah cabang olah raga. Dimainkan oleh 11 orang pemain disetiap timnya. Setiap pemain memerankan tugas dan posisi yang berbeda. Ada penjaga gawang, pemain bertahan, gelandang, dan penyerang. Masing - masing jumlahnya bisa lebih dari satu orang kecuali penjaga gawang. Kemenangan ditentukan oleh berapa jumlah gol yang paling banyak diciptakan. Kurang lebihnya seperti itu.

Jika ditinjau secara konotatif, tentu saja maknanya tidak hanya terbatas demikian.

1.    Sepak bola adalah simbol perjuangan
Inilah yang dilakukan tim catalan Barcelona pada laga beberapa waktu yang lalu saat mencukur habis el real.

Laga el clasico memiliki sejarah kelam. Barcelona sebagai kota dan sebagai tim telah didiskriminasi oleh kebijakan sang presiden yang lebih mendukung Madrid. Bahkan sempat terjadi drama memalukan saat Barca sengaja diperintahkan untuk kalah.

Setelah era tersebut berakhir, maka kini saatnya Barcelona memperlihatkan kualitas yang sebenarnya. Keluar dari bayang - bayang kebijakan yang diskriminatif. Sepak bola baginya adalah perjuangan menciptakan identitas simbolik. Simbol perjuangan kelompok marjinal melawan kekuasaan yang hegemonik.

Klub yang mempunyai motto 'El Barca Es Mas Que Un Club' Barcelona bukan hanya sekedar klub, didirikan oleh 12 orang yang dipimpin Joan Gamper pada tanggal 29 Nopember 1899 di Katalonia. Barcelona merupakan cerminan sikap politik sayap kiri Spanyol, sikap kaum tertindas, sebuah bangsa (Katalonia) yang hanya akan menjadi bagian dari sebuah negara.
 
Melalui Barcelona inilah orang Katalonia ingin menunjukkan kelebihan mereka dari penjajah Spanyol. Terutama jika klub ini berhadapan dengan Real Madrid, yang sejak tahun 1930-an jamannya Jendral Franco merupakan klub favorit pemerintah Spanyol, klub ini mempunyai semboyan 'Boleh kalah dengan klub lain, asal tidak dengan Real Madrid'.

Manuel Vazquez Montalban, seorang penulis terkenal dari Spanyol menyebutkan, Barcelona sebagai senjata pamungkas bagi sebuah bangsa tanpa negara. Karena misi yang dianggap suci oleh orang Katalonia itulah, Barcelona selalu menjaga kemurnian tujuan klub. Mereka tidak mau disamakan dengan klub lain, dan tidak mau tunduk dengan nilai-nilai komersial. Karena itulah sampai sekarang Barcelona merupakan satu-satunya klub yang tidak mengijinkan kostumnya dipasangi iklan.

Barcelona merupakan satu-satunya klub di Eropa yang presidennya dipilih oleh pemegang tiket musiman (pendukung paling murni), bukan pula oleh dewan direktur dan bukan pemegang modal. Calon Presiden klub berdebat di televisi, berkampanye mengajukan program layaknya pemilihan Presiden sebuah negara.

Klub ini dijuluki 'Barca' dan 'Los Azulgranas' karena berkostum warna biru dan merah tua, yang konon warna biru merah secara sengaja diambil dari bendera Prancis sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan Spanyol di Madrid.

2.    Sepak bola adalah industri bisnis
Disinilah jutaan dolar berputar setiap harinya. Penjualan produk, merchandise, bahkan menjadi tempat yang menjanjikan bagi industri hiburan selebritas para atlet. Nilai uang menjadi semakin tinggi ketika sebuah perhelatan besar digelar. Misalkan piala dunia atau liga champion.

Stadion tidak ubahnya seperti etalase di toko - toko. Menampilkan berbagai macam produk yang menunggu dibeli. Sama halnya dengan para pemain. Tidak ada space kosong dalam kaus tim mereka. Setiap cm sangat bernilai untuk menampilkan merk berbagai produk.

Mulai dari produk minuman kesehatan, suplemen, bahkan hingga minuman beralkohol. Mulai dari produk otomotif hingga program amal.

Sepak bola bahkan telah menyulap tiap pemain menjadi robot - robot dan "barang" dalam permainan bisnis mereka. Setiap pemain menjadi barang dagangan yang bebas diperjualbelikan dalam suatu bursa transfer. Tidak jarang, pemenangnya adalah yang berani melakukan penawaran tertinggi.

3.    Sepak bola adalah drama terbaik
Drama terbaik adalah ketika seorang pemain berhasil membawa kemenangan tim pada detik terakhir. Selebrasi menjadi momen penting untuk diabadikan. Dari hal ini, kemudian lahirlah hero yang dielu - elukan.

Pertunjukan ini seperti layaknya sebuah drama yang happy ending. Ditutup dengan titik klimaks yang menggembirakan.

Seperti layaknya drama, sepak bola menciptakan dua kutub yang saling bertentangan. Konflik, menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan. Tidak heran, jika dalam sebuah laga sengaja diciptakan aktor - aktor antagonis dan protagonis. Semakin menambah menarik cerita sebuah drama.

Drama menarik yang sempat menjadi perbincangan dan headline surat kabar, adalah seperti konflik yang terjadi antara Zinedine Zidane dan Materazzi.

Saat itu Zidane "menanduk" Materazzi dengan menggunakan kepala plontosnya. Sesaat setelah itu, Materazzi terjungkal, dan Zidane dikartu merahkan.

Belakangan terungkap, akar masalahnya adalah aksi provokasi Materazzi yang menghina Zidane dan keluarganya. Zidane pun kehilangan kontrol.

Ini yang saya anggap sebuah drama. Melibatkan dua pemain bintang, ada konflik, dan ada aktor antagonis protagonis. Kedua peran dapat dipertukarkan satu sama lain tergantung dari sudut pandang mana menilainya.

Drama inilah yang telah menyulap sepak bola seperti halnya sinetron di layar kaca.

4.    Sepak bola adalah budaya pop
Tentu masih ingat saat Beckham hadir dengan gaya rambut mohawk nya. Sesaat setelah itu, gaya rambut tersebut menjadi tren anak muda di seluruh dunia.

Beckham adalah ikon selebritis olah raga. Kualitas permainannya telah melambungkan harga transfer dirinya. Selain itu, wajah tampannya telah menjadi idola kaum hawa. Pendek kata, siapa sih yang tidak mau seperti Beckham?

Dia kaya, sukses, atlet hebat, terkenal, tampan, dan dia juga bintang iklan. Dia sempurna, setidaknya seperti itu.

Berdasarkan hal itu, Beckham adalah kendaraan terbaik untuk memperkenalkan nilai dan ide - ide baru termasuk untuk tujuan promosi.

Tatkala dia hadir dengan rambut gaya mohawk, maka serta merta menciptakan standar ideal "lelaki yang berhasil". Menciptakan nilai standar seolah "jika tidak mohawk, maka ia bukan lelaki yang berhasil"

Itulah beberapa makna konotatif sepak bola. Masih banyak sebenarnya yang bisa digali, tapi lain kali saja ditulis lagi.

Tidak ada komentar: