PARTNER

Selasa, 12 Mei 2009

Cinta Yang Tak Pernah Tampak

Cinta Yang Tak Pernah Tampak

Suatu malam, di sebuah stasiun radio, sedang berlangsung acara dimana orang-orang berbagi pengalaman hidup mereka. Perhatian saya yang semula tercurah pada tugas statistik beralih ketika seorang wanita bercerita tentang ayahnya. Wanita ini adalah anak tunggal dari sebuah keluarga sederhana yang tinggal di pinggiran kota Jakarta. Sejak kecil ia sering dimarahi oleh ayahnya. Di mata sang ayah, tak satupun yang dikerjakan olehnya benar. Setiap hari ia berusaha keras untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan ayahnya, namun tetap saja hanya ketidakpuasan sang ayah yang ia dapatkan.

Pada waktu ia berumur 17 tahun, tak sepatah ucapan selamat pun yang keluar dari mulut ayahnya. Hal ini membuat wanita itu semakin membenci ayahnya. Sosok ayah yang melekat dalam dirinya adalah sosok yang pemarah dan tidak memperhatikan dirinya. Akhirnya ia memberontak dan tak pernah satu hari pun ia lewati tanpa bertengkar dengan ayahnya.

Beberapa hari setelah ulang tahun yang ke-17, ayah wanita itu meninggal dunia akibat penyakit kanker yang tak pernah ia ceritakan kepada siapapun kecuali pada istrinya. Walaupun merasa sedih dan kehilangan, namun di dalam diri wanita itu masih tersimpan rasa benci terhadap ayahnya.

Suatu hari ketika membantu ibunya membereskan barang-barang peninggalan almarhum, ia menemukan sebuah bingkisan yang dibungkus dengan rapi dan diatasnya tertulis "Untuk Anakku Tersayang". Dengan hati-hati diambilnya bingkisan tersebut dan mulai membukanya. Di dalamnya terdapat sebuah jam tangan dan sebuah buku yang telah lama ia idam-idamkan. Disamping kedua benda itu, terdapat sebuah kartu ucapan berwarna merah muda, warna kesukaannya. Perlahan ia membuka kartu tersebut dan mulai membaca tulisan yang ada di dalamnya, yang ia kenali betul sebagai tulisan tangan ayahnya.

Ya Tuhan,Terima kasih karena Engkau mempercayai diriku yang rendah ini. Untuk memperoleh karunia terbesar dalam hidupku Kumohon Ya Tuhan, Jadikan buah kasih hambaMu ini Orang yang berarti bagi sesamanya dan bagiMu. Jangan kau berikan jalan yang lurus dan luas membentang Berikan pula jalan yang penuh liku dan duri Agar ia dapat meresapi kehidupan dengan seutuhnya. Sekali lagi kumohon Ya Tuhan, Sertailah anakku dalam setiap langkah yang ia tempuh Jadikan ia sesuai dengan kehendakMu Selamat ulang tahun anakku Doa
ayah selalu menyertaimu.

Meledaklah tangis sang anak usai membaca tulisan yang terdapat dalam kartu tersebut. Ibunya menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Dalam pelukan ibunya, ia menceritakan semua tentang bingkisan dan tulisan yang terdapat dalam kartu ulang tahunnya. Ibu wanita itu akhirnya menceritakan bahwa ayah memang sengaja merahasiakan penyakitnya dan mendidik anaknya dengan keras agar sang anak menjadi wanita yang kuat, tegar dan tidak terlalu kehilangan sosok ayahnya ketika ajal menjemput akibat penyakit yang diderita ........

Manajemen Waktu

Manajemen Waktu
Suatu hari, seorang ahli 'Managemen Waktu' berbicara didepan sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya.

Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata:
"Baiklah, sekarang waktunya kuis!"

Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya di atas meja. Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu kedalam toples.

Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya:
"Apakah toples ini sudah penuh?" Semua siswanya serentak menjawab, "Sudah!"
Kemudian dia berkata, "Benarkah?"

Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit mengguncang-guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi:" Apakah toples ini sudah penuh?"
Kali ini para siswanya hanya tertegun, "Mungkin belum!", salah satu dari siswanya menjawab.
"Bagus!" jawabnya.

Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya,
"Apakah toples ini sudah penuh?"
"Belum!" serentak para siswanya menjawab.

Sekali lagi dia berkata, "Bagus!" Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya dan bertanya:
"Apakah maksud dari ilustrasi ini?"
Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab,
"Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!"

"Bukan!", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa :
JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN,
MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR
ITU KE DALAM TOPLES TERSEBUT.

"Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin 'masa depan', anak-ankmu, suami/istrimu,
orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yg
kamu anggap paling berharga dalam hidupmu".

Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya.
Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu".

Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat?

Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat?

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam,pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka menikah sudah lebih 32 tahun.
Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan pak suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan pak suyatno memutuskan ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata " Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak.........bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu" . Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian".

Pak suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka." Anak2ku......... Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah......tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian.. Sejenak kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih sakit."

Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu suyatno..dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.. Sampailah akhirnya pak suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa. Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2.

Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama..dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit,,,"

Mandikan Aku Bunda ...

Mandikan Aku Bunda ...
Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran. Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? '' Dengan sigap Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak. ''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami'' orang tuanya. Buktinya, kataRani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah swt sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam saja. Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
- Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
- Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang2 di dekatnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.
- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Semoga yang membacanya bisa mengambil makna yang terkandung dalam kisah tsb.

Catatan Harian Seorang Pramugari ..

Catatan Harian Seorang Pramugari ..
Artikel yang sangat menarik, lagi - lagi lupa sumbernya darimana ...
Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayani penumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.

Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking, penumpang sangat penuh pada hari ini.
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkul sebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saat itu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesan pertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah maju seorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketika melewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, dia duduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karung tua bagaikan patung.

Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikan tangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatas bagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannya duduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat dia duduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan juga ditolak olehnya.
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah dia sakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilet tetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takut merusak barang didalam pesawat.

Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya dan menyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saat menyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik ke penumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannya kami meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kami mengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah, kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini dengan spontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkan kepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidak percaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa haus dan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidak
diladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghemat biaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandara baru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapat meminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupun kebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.
Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenang meminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.

Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik, putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliah ditingkat tiga di Peking. anak sulung yang bekerja di kota menjemput kedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua
orang tua tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali ke desa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunya di Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobil begitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemani bapaknya bersama-sama ke Peking, tetapi ditolak olehnya karena dianggap
terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikeras dapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.

Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anak bungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruh menitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikeras membawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebut akan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur, akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasi tempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakan karung tersebut.

Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, dia selalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi dia tetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudah sangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil dia menanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakan makanannya dikantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebut untuk anaknya, kami semua sangat kaget.

Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimata seorang desa menjadi begitu berharga.

Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, dengan terharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kami bagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akan kami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolak pemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakan tidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulus tersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaran berharga bagi saya.

Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapi siapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, dia yang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintu pesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidak bisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembah
kami, mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakan bahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami di desa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yang begitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidak memandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik, saya tidak tahu
bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian. Semoga Tuhan membalas
kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangis dia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya dan menyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluar dari lapangan terbang. Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpang sudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain, tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanya menjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yang kami berikan,
hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tua yang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkan terima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering dan menahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidak bersedia
menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebut membuat saya
sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang dari penampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.

Jangan Benci Saya Mom...

Jangan Benci Saya Mom..
Cerita yang sangat menarik, sayangnya saya lupa sumber artikel ini darimana..

Saya ibu terburuk di dunia ini

Oh, Tuhan, ijinkan aku menceritakan hal ini..., sebelum ajal menjemputku...

20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan,tampan namun,terlihat agak bodoh... Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga.

Ditahun kedua setelah Eric dilahirkan sayapun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah... Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.

Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.

Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya dengan beserta Eric yang sedang tertidur lelap. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang.

Setahun..., 2 tahun..., 5 tahun..., 10 tahun... telah berlalu sejak kejadian itu. Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Ia adalah seorang pastor di gereja St. Maria. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.

Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Sampai suatu malam... Malam dimana saya bermimpi tentang seorang anak...Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali... Ia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata,
"Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric...? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"

Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar di kepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.

Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati...,mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya.

Ya Eric, mommy akan menjemputmu Eric...

Sore itu saya memarkir mobil Civic biru saya disamping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu," tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak... Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian.

Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric... Eric... Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu.

Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu... Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apapun juga! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu. Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya.
Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya...

Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, sayapun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja.

Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua.

Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau, "Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?"

Dengan memberanikan diri, sayapun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"

Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai
pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."

Sayapun membaca tulisan di kertas itu, "Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."

Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan... Katakan dimana ia sekarang? Saya berjanji akan menyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan...!!!"

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

"Nyonya, semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada didalam sana... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana. Nyonya, dosa anda tidak terampuni!"

Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.

Marry Scheleery

Rabu, 06 Mei 2009

Tentang Propaganda V

Teoritikus tentang Propaganda Lainnya
Harold Lasswell (1902-1978)
Sebagaimanan Lippmann yang telah menulis tentang propaganda, Laswell juga telah melakukan analisis empiris tentang propaganda. Faktanyan karya – karya seputar propaganda sebenarnya telah ditulis oleh Lippmann sendiri.
Lasswell menitikberatkan pada kedua jenis analisis, baik itu kuantitatif maupun kualitatif analisis tentang propanga, mengkaji isi propaganda dan mengungkapkan pengaruh dari propaganda terhadap audiens.
Lasswell membuat prosedur komunikasi massa dari analisis isi media. Secara umum analisis isi dapat didefinisikan sebagai “investigasi terhadap pesan – pesan komunikasi dengan cara mengkategorisasi isi pesan kedalam klasifikasi – klasifikasi tertentu dengan tujuan untuk mengukur variable – variable tertentu (Rogers, 1994). Dalam essaynya yang berjudul “content of communication”, Lasswell menjelaskan bahwa analisis isi sudah seharusnya memusatkan perhatian pada penghitungan pada seberapa sering / frekuensi symbol – symbol tertentu muncul dalam pesan tersebut, menganalisis arah dan tujuan bagaimana symbol – symbol tersebut mencoba untuk mengarahkan opini public, dan seberapa sering intensitas symbol tersebut digunakan. Dengan cara memahami isi pesan, Lasswell mencoba untuk meraih tujuannya dalam memahami “arus pengaruh yang berjalan dari pengendalian kepada isi dan dari isi kepada audiens (hal 74).
Edward Bernays (1891-1995)
Ketika Lippmann dan Lasswell mengkaji tentang opini public dan propaganda, Bernays mengkaji tentang public relations, propaganda, dan opini public. Bernays (1928) mendefinisikan propaganda sebagai “a consistent, enduring effort to create or shape events to influence the relations of a public to an enterprise, idea, or group" (hal. 25).
Jacques Ellul (1912 – 1994)
Jacques Ellul’s (1912-1994) melihat propaganda dari sudut pandang yang berbeda dengan yang lainnya. Ellul meyakini bahwa propaganda sebenarnya merupakan teknik yang spesifik, yang diperlukan baik itu oleh public maupun oleh pihak yang membuat propaganda tersebut. Dalam propaganda, formasi perilaku orang – orang didefinisikan propaganda sebagai "a set of methods employed by an organized group that wants to bring about the active or passive participation in its actions of a mass of individuals, psychologically unified through psychological manipulations and incorporated into a system" (hal. 61).

Peneliti Komunikasi Massa Sekarang
Mengacu pada teori – teori tradisional yang berasal dari Lippmann, Lasswell, Bernays, dan Ellul, dan teori lainnya, telah memungkinkan kita untuk mengkaji peran propaganda dalam menciptakan opini public. Lippmann (1922) merupakan orang pertama yang mengembangkan ide seputar fungsi agenda setting media. Pada tahun 1972, McCombs dan Shaw telah menggunakan ide ini dalam karyanya tentang fungsi agenda setting media. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji isu – isu kampanye presiden pada tahun 1968, dengan cara mengajukan pertanyaan kepada para pemilih secara acak untuk mengidentifikasi isu – isu kunci pada kampanye presiden dan kemudian membandingkannya dengan isu – isu yang disajikan dalam media kala itu (McCombs and Shaw, 1972).
McCombs and Shaw (1972) menemukan bahwa terdapat korelasi sebesar +0.967 antara penilaian pemilih mengenai isu – isu yang penting, dengan penyajian media terhadap isu tersebut.
Selain itu, Iyengar and Kinder (1982) juga mengembangkan teori Lippmann dengan cara mengambil ide utama dari agenda setting dan priming pada kajiannya.

Kesimpulan
Teori – teori yang telah dikembangkan oleh Lippmann, Lasswell, Ellul dan Bernays sangat penting terutama karena beberapa alas an. Mengacu pada beberapa orang pendahulunya, Lippmann telah mampu untuk membawa perhatian kepada fakta bahwa public dapat dipengaruhi oleh media. Karya Lippmann dan rekan – rekannya telah menjadi dasar dari berbagai penelitian yang dilakukan beberapa waktu belakangan khususnya untuk membantu memahami bagaimanan efek media terhadap public. Lewat karya Iyengar dan Kinder, White, Lewin dan McCombs and Shaw, pemahaman yang lebih komprehensif terhadap media telah berkembang dengan cepat. Public kini telah dibuat sadar dengan berbagai macam fungsi media seperti agenda setting, gatekeeping dan priming serta pengaruh – pengaruh yang potensial yang mungkin berpengaruh pada audiens.
Teori – teori yang telah disajikan menunjukan kedua bentuk efek baik itu model pengaruh langsung atau model pengaruh terbatas. Teoritikus seperti Ellul, cenderung melakukan pendekatan dengan model efek langsung, dimana propaganda ia yakini dapay memberikan pengaruh secara langsung terhadap pemikiran public massa. Sementara itu, teoritikus seperti Lippmann juga meyakini bahwa media mungkin tidak hanya mempengaruhi pemikiran public, akan tetapi mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh public.
Kajian – kajian seperti yang telah dijelaskan diatas berperan penting dalam membantu kita untuk memahami media, manipulasi terhadap public dan bentuk opini public. Ketika Lippmann, Lasswell, Bernays, dan Ellul telah mengkajinya beberapa tahun yang lalu, mereka kemudian mencoba untuk membantu kita untuk memahami masyarakat dengan fenomena – fenomena yang ada di masa kini.

Tentang Propaganda IV

Sambungan ...
Teori – Teori dan Karya – Karya Walter Lippmann

Ketika masih berada di Harvard, Lippmann banyak mempelajari ide – ide William James, George Santayana, dan Graham Wallas. Ia juga mempelajari ide – ide dari tulisan Sigmund Freud dan Karl Marx. Setelah kita mendiskusikan penelitian – penelitian Lippmann yang dipengaruhi oleh berbagai pemikir tersebut, penting artinya untuk mempelajari keseluruhan teori yang dimiliki Lippmann.
Selamam di Harvard, Lippmann memutuskan untuk mengejar cita – cita dengan berkarir di dunia jurnalistik, dan di kampus Harvard ia belajar filsafat. Pada akhir 1910, ia keluar dari bangku kuliah dan telah siap untuk mengejar cita – cita karirnya. Lippmann memulai karirnya dengan bekerja untuk Lincoln Steffens, penulis utama tentang sosialisme dan isu – isu seputar wall street. Setelah bekerja dengan Steffens, Lippmann mulai bekerja pada majalah intelektual elit yang dikenal dengan sebutan The New Republic. Ia bekerja di majalah ini selama 9 tahun, dan kemudian ia mengakhiri karirnya ini dan mulai menerbitkan tulisan – tulisannya.
Opini Publik / Public Oppinion
Public Opinion (1922) mungkin merupakan salah satu tulisan Lippmann yang paling terkenal. Lippmann memulai bukunya dengan menjelaskan situasi yang terjadi pada tahun 1914, dimana beberapa orang jerman, perancis dan inggris telah terjebak di pulau tersebut. Mereka tidak memiliki akses ke media dalam bentuk apapun, kecuali untuk setiap 60 hari sekali yakni ketika surat mendatanginya, mengingatkannya pada situasi yang sebenarnya didunia. Lippmann menjelaskan bahwa mereka hidup damai dipulau tersebut, menganggap satu sama lainnya sebagai teman, dimana sebenarnya perang tengah berkecamuk dan telah menghancurkan hubungan antar Negara meraka. Tujuan dari ilustrasi itu adalah untuk mengembangkan ide tentang “dunia diluar sana dan gambaran yang ada di benak kita” (Lippmann, 1922: 3). Lewat Public Oppinion, Lippmann menjelaskan cara bagaimana opini individu dapat berbeda dari yang telah ditunjukan didunia diluar sana. Ia mengembangkan ide tentang propaganda, mengakui bahwa “untuk membentuk sebuah propaganda, maka harus ada penghalang yang memisahkan antara public dengan kejadian yang sebenarnya terjadi (Lippmann, 1922: 28). Dengan pemisahan ini, maka media memiliki kemampuan untuk memanipulasi kejadian – kejadian yang sebenarnya terjadi atau media menyajikan informasi yang terbatas kepada public. Informasi itu mungkin saja tidak cocok dengan persepsi public atas kejadian – kejadian tersebut. Pada tahapan ini, Lippmann secara esensial menyajikan pandangannya yang pertama terhadap konsep komunikasi massa tentang “penjaga” gatekeeping dan agenda setting dengan cara memperlihatkan kekuatan media untuk menyajikan informasi terbatas kepada public.
Lippmann (1922) menjelaskan bagaimana individu menggunakan alat seperti stereotype untuk membentuk opininya, “we have to pick our samples and treat them as typical” (Lippmann, 1922: 95). Lippmann mengatakan bahwa public akan tetap dalam penilaian stereotipikalnya hingga pada saatnya media menyajikan informasi yang terbatas untuk merubah persepsi mereka terhadap suatu kejadian. Rogers (1994) meyakini bahwa pada titik ini, Lippmann telah memperlihatkan kepada kita bahwa “..pseudoenvironment yang diantarkan media kepada kita merupakan hasil dari fungsi gatekeeping media dalam proses pembuatan berita (hal 237). Lippmann meyakini bahwa media telah mengubah arus informasi, dengan cara membatasi isi media yang diberikan kepada public.
Lebih lanjut lagi, Lippmann menyajikan ide tentang agenda setting media, sebagaimana yang ia yakini bahwa media massa merupakan kaitan antara persepsi individu tentang dunia dan dengan dunia yang sebenarnya (Rogers, 1994)
Phantom Public
Phantom Public (1925) focus pada penjelasan tentang karakteristik public itu sendiri. Lippmann (1925), menggunakan buku ini untuk menunjukan ketidakmampuan public dalam menangkap pengetahuan tentang lingkungannya dan menunjukan kesalahan – kesalahan sebenarnya yang mendukung posisi mereka. Lippmann memberikan pandangan yang keras tentang public secara umum dengan mengatakan "The individual man does not have opinions on public affairs... I cannot imagine how he could know, and there is not the least reason for thinking, as mystical democrats have thought, that the compounding of individual ignorance in masses of people can produce a continuous directing force in public affairs" (hal. 39).
Buku ini menunjukan bahwa sebenarnya system demokrasi tidak dijalankan oleh rakyat secara umum, melainkan telah dikontrol oleh sekelompok atau sebagian elit terdidik. Rakyat tidak benar – benar tercerahkan dan berpengatahuan, oleh karena itu mereka akan dengan mudah ditempatkan disisi sekelompok kecil elit intelektual – bukan pada bagian yang utama -, ketika meyakinkan diri mereka sendiri bahwa sebenarnya mereka berada pada system yang dijalankan lewat peran mayoritas.
Karya Lippmann Lainnya
Lippmann juga mempublikasikan beberapa buku lainnya yang juga berkaitan dengan idenya tentang pemikiran politik yang berhubungan dengan public. Misalnya, A Preface to Politics (1913) dan Good Society (1936). Ketika karyanya ini sangat penting dalam memahami pikiran Lippmann mengenai hubungan antara public dan pemerintah, dilain pihak Public Oppinion dan Phantom Public merupakan karya yang paling relevan dengan kajian dalam komunikasi massa.

Tentang Propaganda III

Sambungan ...
Karl Marx (1818 – 1883)

Karl Marx memusatkan perhatiannya untuk menjelaskan perjuangan kelas yang terdapat dalam masyarakat (Rogers, 1994). Tulisannya yang paling terkenal adalah Das Kapital dan Communist Manifesto. Lewat karya – karyanya itu, Marx menjelaskan teori – teorinya tentang perjuangan kelas pekerja, keterasingannya (alienasi) dari pekerjaan mereka, dan kebutuhannya untuk memberontak melawan kaum elit dengan tujuan untuk mengambil kepemilikan atau pengusaan untuk tindakan – tindakannya dan mendapatkan kekuasaan (Rpgers, 1994).
Aliran Marxisme menjelaskan tentang bagaimana caranya kekuatan ekonomi mampu menciptakan perubahan masyarakat, dan kebutuhan untuk menghidupkan system komunis adalah bertujuan untuk mengembalikan kesetaraan dan keadilan dalam system tersebut.
Ketika masih di Harvard, Lippmann telah banyak membaca ide Marx seputar tema komunisme dan memilih untuk mendukung ideology sosialis (Steel, 1999). Lippmann juga bergabung dengan Fabian Society ketika ia masih bersekolah. Kelompok ini berkaitan dengan perjuangan kelas menengah dalam menegakan keadilan social. Berbeda dengan kaum marxis, Fabian tetap percaya dengan kehadiran dan peran dari para elit intelektual. Tema ini hadir dalam tulisan Lippmann (Phantom Public), yang menjelaskan bahwa masyarakat sebenarnya didominasi oleh sedikit dari para elit intelektual, meskipun memang mereka pada dasarnya mengikuti system yang dianut mayoritas.
Marx, meyakini bahwa media massa digunakan sebagai alat oleh kelas social elit untuk mengendalikan masyarakat. Tema ini dapat kita temukan dalam salah satu tulisan Lippmann (Public Oppinion (1922)). Yang menjelaskan bahwa media massa lah yang telah membedakan antara informasi apa yang dapat diakses atau dapat dinikmati dan bagaimana akses yang tersedia itu dapat membentuk opini public. Sisa – sisa pemikiran marxisme dapat ditemukan dalam tulisan Lippmann seperti dalam Public Oppinion dan Phantom Public. Pada tahun 1914, Lippmann sudah tidak lagi menjadi salah satu pendukung sosialisme dalam arti luas. Lebih lanjut lagi, tulisannya Good Society (1936) secara esensial malah memperlihatkan berbagai macam kritik terhadap berbagai teori sosialis yang dulunya pernah ia dukung. Dari titik ini, Lippmann menyebutkan kesalahan – kesalahan dalam teori – teori sosialis; fakta bahwa meskipun dengan menghapuskan kepemilikan pribadi dan mengembangkan kepemilikan public atau umum, orang – orang mungkin tetap tidak akan mengetahui bagaimana caranya mendistribusikan sumber – sumber ini dengan benar tanpa adanya eksploitasi. Lippmann berpendapat bahwa ini merupakan titik yang paling penting dari pendapat kaum sosialis, harapan bahwa eksploitasi, ketidakberdayaan dan antagonisme social akan menghilang dengan adanya kepercayaan terhadap keajaiban dari pemindahtanganan hak milik. Lippmann berhasil melihat hubungan antara orang – orang, lingkungannya dan pemerintahanya. Tema ini dapat ditemukan dalam teorinya, sebagaimana yang telah ia jelaskan tentang bagaimana dan mengapa public menjadi obyek dari manipulasi.
Sigmund Freud (1856-1939)
Selain dari pemikiran Marx, Lippmann juga dipengaruhi oleh pemikir lainnya. Seperti dalam tulisannya mengenai propaganda / komunikasi massa yang dipengaruhi oleh Freud. Pengaruh freud tidak hanya bisa ditemukan dalam kajian Lippmann daja, akan tetapi juga dapat ditemukan dalam beberapa kajian Lippmann kontemporer.
Freud sebenarnya ahli dalam bidang kedokteran yang kemudian dikenal sebagai salah satu ahli dalam bidang teori psikoanalisis (Rogers, 1994). Teori psikoanalisis berhubungan erat dengan bagaimana memahami isi pikiran individu. Freud telah membedakan kesadaran manusia kedalam tiga area penting, yakni tahapan kesadaran, pra – kesadaran dan ketidaksadaran.
Tahapan kesadaran mengandung sesuatu hal dimana kita memahami atau tahu tentang diri kita sendiri, tahap pra kesadaran mengandung sesuatu hal dimana kita dapat menjadi sadar jika memang kita membutuhkannya dan tahap ketidaksadaran mengandung suatu hal dimana kita tidak mengetahui dan memahami tentang diri kita sendiri (Rogers, 1994). Dari ketiga analisis individu tersebut, Freud berhasil memahami perilaku manusia. Keduanya, baik itu teori umumnya tentang psikoanalisis maupun tulisan Freud secara khusus seperti dalam “The Interpretation of dreams”, yang telah menjadi dasar yang sangat penting terhadap para peneliti kajian tentang propaganda. Tulisannya dalam the interpretation of dreams berangkat dari pemahamannya bahwa mimpi – mimpi merupakan bentuk dari pemenuhan kebutuhan atau harapan, ia menggambarkan sebuah keinginan yang tidak disadari yang hanya dapat dicapai ketika tengah tertidur lewat penciptaan mimpi untuk memenuhi kebutuhannya (Levin, 1929).
Lippmann kemudian mengaplikasikan ide ini dalam Public Oppinion (1922). Dalam tulisannya ini, Lippmann menekankan ide tentang “dunia diluar sana dan gambaran yang ada dalam benak kita” (1922: 3). Konsep ini mencakup ide bahwa persepsi seseorang terhadap suatu kejadian atau situasi mungkin tidak sama persis dengan apa yang sebenarnya terjadi dalam lingkungannya. Ide ini telah dipengaruhi oleh tulisan Freud dalam The Interpretation Of Dreams, yang telah digunakan Lippmann untuk mengembangkan bukunya tentang “pseudoenvironment” yang terdapat dalam benak setiap orang (Rogers, 1994: 234).

Tentang Propaganda II

Sambungan ....
George Santayana (1863-1952)
Santayana adalah seorang filsuf di Harvard yang kerap mempengaruhi pemikiran – pemikiran Lippmann. Teori Santayana bergelut pada ide seputar esensi obyek – obyek yang didefinisikan oleh Munson (1962) sebagai “datum of intuition. Santayana tertarik untuk mengungkap berbagai macam esensi yang membangun kehidupan manusia: nilai – nilai yang dapat ditemukan dan kemudian dapat diterapkan pada pengalaman – pengalaman manusia (Steel, 1999). Tinjauan ini berbeda dengan teori yang dikembangkan James, yang juga telah di kembangkan oleh Lippmann. Steel (1999) menjelaskan bahwa James menitikberatkan pad ide seputar relativisme moral, atau kemampuan untuk menciptakan kebenaran yang dihasilkan dari penelitian atau observasi. Sedangkan Santayana telah memberikan perhatian serius pada “pencarian untuk menemukan nilai – nilai moral absolute yang dapat di rekonsiliasikan dengan pengalaman – pengalaman manusia (Steel, 1999: 21). Santayana mempengaruhi pemikiran Lippmann kemudian. Berkaitan dengan ide Santayana tentang esensi kemanusiaan dan kehidupan, merupakan idenya tentang bagaimana demokrasi bisa saja merupakan hasil dari tirani mayoritas (Steel, 1999: 21). Ide ini berhubungan dengan tulisan Lippmann selanjutnya dalam Phantom Public (mimpi masyarakat) (1925).
Phantom Public mengkaji masyarakat Amerika dalam system demokratis. Lippmann (1925) dari idenya mendapat kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat atau warga amerika tidak tercerahkan / bodoh khususnya dalam konteks isu – isu public, gampang sekali dimanipulasi menjadi bagian yang tersisihkan dari pihak mayoritas, dan oleh sebab itu, memainkan peranan yang sangat terbatas dalam proses demokrasi. Dalam hubungannya dengan demokrasi. Dalam system demokratis pihak mayoritas sebenarnya ditekan oleh opini yang berasal dari golongan minoritas. Jika Santayana mengatakan bahwa demokrasi adalah merupakan hasil dari tirani mayoritas, maka sebaliknya Lippmann mengatakan bahwa opini public memberikan sedikit pengaruh pada proses demokrasi karena propaganda dan system public telah dikendalikan oleh sedikit elit yang berpendidikan / pintar dan memiliki kekuasaan.
Graham Wallas (1858-1952)
Graham Wallas, adalah salah satu pendiri Fabian Society, salah satu yang juga memberikan pengaruh terhadap pemikiran dan ide Lippmann (Stell, 1999). Pandangan politiknya dapat dilihat dalam bukunya yang bercerita banyak tentang hubungan antara public dan lingkungannya. Wallas (1981) memberikan perhatian serius pada pemahaman public terhadap keadaan sekelilingnya. Ia mengatakan bahwa alam semesta menyajikan kepada public “ suatu sensasi dan memori yang mengalir tanpa akhir, setiap orang yang berbeda satu sama lainnya, dan yang mana sebelumnya, melainkan kita dapat memilih, menyebutkan dan menyederhanakan, kita sebenarnya pasti berada dalam kondisi yang tidak berdaya dan tidak mampu bertindak dan berpikir. Dalam pandangan ini Wallas memperlihatkan bahwa public pada dasarnya tidak mampu untuk menerjemahkan atau memahami lingkungan sekitarnya, rangsangan – rangsangan yang dihadirkan, terlalu banyak atau cukup rumit dalam memberikan modal untuk menghadirkan pemahaman.
Steel (1999) berpendapat bahwa ini merupakan ide Wallas terbesar yang memberikan pengaruh terhadap ide Lippmann khususnya dalam kajian tentang opini public. Dalam kajiannya ini, Lippmann mengambil ide Wallas tentang hubungan antara public dan lingkungan sekitarnya, dan telah mampu untuk memperlihatkan bahwa public sebenarnya tidak mampu untuk mendapatkan cukup pengetahuan dimana hal ini pda dasarnya akan diperlukan untuk memberikan pengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan. Sebagai akibat dari interaksinya dengan ide – ide Wallas, Lippman kemudian memiliki kepercayaan kuat terhadap kaum sosialis, yang tidak hanya berasal dari pengalamannya selama di bangku kuliah, akan tetapi juga berasal dari beberapa tulisan Karl Marx.

Tentang Propaganda I

TENTANG PROPAGANDA
Dalam Kajian Ilmu Komunikasi
Walter Lippman, Harold D Lasswell, Edward Bernays dan Jacques Ellul
Sepanjang perang dunia pertama dan kedua, penelitian – penelitian komunikasi dititik beratkan pada kajian terhadap pengaruh propaganda. Satu pertanyaan penting yang harus dijawab adalah bagaimanakah caranya agar komunikasi bisa menjadi alat untuk menciptakan perubahan perilaku audiens atau masyarakat? Penelitian yang mengkaji wilayah ini kemudian berkembang cepat pada abad ke dua puluh dalam penelitian – penelitan komunikasi. Bagian ini membahas pertanyaan seputar propaganda, dilihat dari sudut pandang seseorang yang disebut – sebut sebagai salah satu pendiri kajian ilmu komunikasi Walter Lippmann.
Walter Lippmann (1889 – 1974)
Walter Lippmann dilahirkan pada tahun 1889 dan menghabiskan sebagian besar masa remajanya untuk mendalami seni seperti melukis dan seni music. Kemudian berpindah ke benua Eropa dan memperoleh banyak ilmu yang diperlihatkan dengan ketertarikannya untuk membaca banyak buku, semuanya dilakukan berdasarkan pada status ekonomi keluarganya yang tergolong mapan (Weingast, 1949). Pada tahun 1906 ia masuk Harvard. Pada masa kuliahnya, Lippmann perlahan – lahan mulai terkenal karena ide – ide cemerlangnya dan intelektualitasnya. Lippmann banyak dipengaruhi oleh para pemikir social pada masa itu seperti misalnya George Santayana, Wiliam James, dan Graham Wallas. Sulit rasanya untuk memhami pemikiran Lippmann sendiri tanpa kita memiliki sebuah pengetahuan tentang sudut pandang yang popular di Harvard. Ia telah banyak dipengaruhi oleh gerakan pragmatis amerika sebagaimana pemikir social dan sosiolog pada masa itu.
William James (1842 – 1910)
Banyak yang mengatakan bahwa James merupakan salah satu pemikir yang paling berpengaruh pada perkembangan pemikiran Lippmann selama ia berada di Harvard. Keduanya pertama kali bertemu saat Lippmann menerbitkan sebuah artikel pada sebuah majalah di kampus Harvard. Artikel Lippmann, ditulis sebagai respon atas buku Barret Wendell’s, yang mengomentari tentang keadilan social. James merasa terkejut dengan artikel yang ditulis Lippmann dengan pendekatan – pendekatan menarik yang ia lakukan. Dari sini James mulai berkenalan dengan Lippmannd dan keduanya mulai menjadi sepasang sahabat. William James mungkins alah seorang yang paling mengerti akan pragmatism. James (1907) mendefinisikan metode pragmatic sebagai “sikap untuk melihat pertama – pertama dari prinsip – prinsip, kategori – kategori, dan kepentingan – kepentingan, dan kemudian melihat jauh kedepan pada akhir sesuatu, konsekuensi – konsekuensi dan akhirnya sampailah pada fakta. Ia menjelaskan bagaimana pragmatism berkaitan erat dengan kebenaran, dan kebenaran dimana dapat di verifikasi. “Ide – ide yang sebenarnya adalah yang dapat kita satukan, validasi, kolaborasi dan verifikasi” (James, 1907: 88). Dalam konteks ini, James berpendapat bahwa untuk memahami dunia maka harus berdasarkan pada bagaimana mempertahankan persepsi signifikan dari pengaruh – pengaruh obyek – obyek yang mengelilingi individu – individu. Meskipun Lippman berangkat dari pragmatism yang dikembangkan dengan caranya sendiri, namun ia mengakui bahwa hal itu banyak dipengaruhi oleh pemikiran – pemikiran James yang ia terapkan dalam kehidupannya sehari – hari. Steel (1999) mengatakan salah satu dari ide – idenya adalah meliorisme atau ide dimana “sesuatu dapat dikembangkan akan tetapi tidak akan pernah mencapai tahap kesempurnaan. Yang lainnya secara praktis mengatakan bahwa hal itu adalah ide dimana seseorang harus mengambil keputusan tanpa merasa khawatir apakah hal itu akan sempurna atau tidak (Steel, 1999: 18).