Apakah mencuri itu salah, tentu akan dijawab relatif, tergantung penilaian masing-masing. Apakah aborsi itu salah, akan dijawab relatif, tergantung siapa yang menilai. Intinya ialah, jawaban dikembalikan kepada masing-masing individu, salah atau benar kembali kepada pertimbangan individu. "Jangan Anda paksakan kebenaran Anda pada orang lain, kebenaran Anda belum tentu benar menurut saya." Demikianlah gejala relativisme.
Fucault, seorang tokoh pemikir radikal post modernisme mengatakan bahwa budaya itu dikonstruksi oleh subjeknya (manusia) yang bebas, tidak lagi oleh agama dan masyarakat. Intinya ialah kebebasan. Inilah semangat yang tampak akhir-akhir ini setelah modernisme. Dua aliran utamanya ialah dekonstruksionisme dan relativisme.
Semangat post modernisme mencoba mendekonstruksi kembali konstruksi-konstruksi yang ada namun tanpa memberikan konstruksi yang baru sebagai alternatif, karena bagi kaum post modernisme segala sesuatu adalah relatif, atau di dunia ini tidak ada yang mutlak. Suatu konstruksi (baik konstruksi pemikiran) akan terus dipertanyakan tentang kebenarannya, dan bisa berubah-ubah setiap saat, karena mustahil menemukan kebenaran yang hakiki.
Tanpa mengerti pun pemikiran Fucault semangat post modernisme itu sudah merambah saat ini di sebagian masyarakat kita.
Gejalanya antara lain: (a) perkawinan tidak dianggap lagi sesuatu yang sakral, sehingga kawin-cerai menjadi hal yang biasa; (b) seks itu banyak, tidak hanya satu (suami-isteri), sehingga punya wanita idaman lain atau pria idaman lain adalah yang hal biasa; (c) seks pra-nikah itu tidak masalah karena dianggap sebagai hak untuk dinikmati; (d) dll, seperti penyalahgunaan narkoba dan meningkatnya angka beragam bentuk kejahatan.
Jadi hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh kaum post modernisme bahwa manusia di jaman ini tidak mungkin lagi patuh dengan nilai-nilai, walaupun dulu memang nilai-nilai itu ada namun sekarang itu semua telah berubah.
Perlawanan terhadap peradaban atau nilai-nilai agama dan kemasyarakatan. Itulah semangat post modernisme. Anti otoritas (nilai-nilai agama, budaya, dan hukum) dan mengagungkan pola hidup individualistik adalah gejalanya. Kalau hal ini yang terjadi maka kehidupan manusia akan mengarah pada kekacauan dan kebimbangan karena tidak ada lagi pengakuan atas standard-standard kebenaran yang ada.
Semangat post modernisme mencoba mendekonstruksi kembali konstruksi-konstruksi yang ada namun tanpa memberikan konstruksi yang baru sebagai alternatif, karena bagi kaum post modernisme segala sesuatu adalah relatif, atau di dunia ini tidak ada yang mutlak. Suatu konstruksi (baik konstruksi pemikiran) akan terus dipertanyakan tentang kebenarannya, dan bisa berubah-ubah setiap saat, karena mustahil menemukan kebenaran yang hakiki.
Tanpa mengerti pun pemikiran Fucault semangat post modernisme itu sudah merambah saat ini di sebagian masyarakat kita.
Gejalanya antara lain: (a) perkawinan tidak dianggap lagi sesuatu yang sakral, sehingga kawin-cerai menjadi hal yang biasa; (b) seks itu banyak, tidak hanya satu (suami-isteri), sehingga punya wanita idaman lain atau pria idaman lain adalah yang hal biasa; (c) seks pra-nikah itu tidak masalah karena dianggap sebagai hak untuk dinikmati; (d) dll, seperti penyalahgunaan narkoba dan meningkatnya angka beragam bentuk kejahatan.
Jadi hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh kaum post modernisme bahwa manusia di jaman ini tidak mungkin lagi patuh dengan nilai-nilai, walaupun dulu memang nilai-nilai itu ada namun sekarang itu semua telah berubah.
Perlawanan terhadap peradaban atau nilai-nilai agama dan kemasyarakatan. Itulah semangat post modernisme. Anti otoritas (nilai-nilai agama, budaya, dan hukum) dan mengagungkan pola hidup individualistik adalah gejalanya. Kalau hal ini yang terjadi maka kehidupan manusia akan mengarah pada kekacauan dan kebimbangan karena tidak ada lagi pengakuan atas standard-standard kebenaran yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar