Suatu Malam Di Yogyakarta Senin, 17.30 WIB (29/11/2010).
Tidak seperti biasanya, Jalan Jendral Sudirman yang berada tepat di depan kantorku macet parah. Motor, Mobil, Bus, dan pejalan kaki berbondong - bondong melaju ke arah barat, tepatnya mengarah ke jembatan Gondolayu, Gondokusuman, Kotabaru, Yogyakarta.
Ada apakah gerangan? Tidak biasanya macet seperti ini.
Saya yang saat itu sedang menyantap nasi angkringan, tiba - tiba terkejut mendengar salah satu warga yang bercerita bahwa saat itu kali code tengah dilanda banjir lahar dingin.
Sontak saya langsung mengakhiri ritual makan malam di warung sederhana itu, dan kemudian beranjak menuju ke arah jembatan Gondolayu.
Saya kaget, ternyata benar. Telah terjadi banjir lahar dingin kiriman dari hulu sungai gendol di kaki gunung merapi dan airnya mengalir deras ke sungai code yang membelah kota Yogyakarta.
Air datang secara tiba - tiba, kemudian mengalir deras, bergulung - gulung, menciptakan riak yang tampak tidak beraturan. Beberapa rumah yang berada di bantaran Kali Code, Gondokusuman mulai tergenang air. Warga setempat panik, kemudian mengungsi di gedung Jogja Student Center yang letaknya tidak jauh dari bantaran kali code, hanya saja gedung tersebut terletak jauh lebih tinggi dari pemukiman warga yang terkena dampak langsung aliran banjir lahar dingin.
Menurut beberapa warga, air mulai meninggi sejak pukul 17.30 WIB. Pak RT kemudian menghimbau Warga Gondokusuman untuk segera meninggalkan rumah dan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Beruntung, Pak RT dan beberapa warga sudah mempersiapkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Sehingga warga dapat dievakuasi tepat pada waktunya. Tidak ada warga yang menjadi korban dalam bencana ini. Hanya saja beberapa rumah tampak sudah terendam.
Ada hal yang menarik perhatian saya selain peristiwa itu sendiri, yaitu kedatangan warga yang penasaran menyaksikan peristiwa itu secara langsung.
Mereka berderet di pinggir jembatan, pandangannnya masing – masing tertuju pada satu titik yaitu luapan air yang datang begitu deras.
Semakin banyak warga berdatangan, berkumpul di atas jembatan tersebut. Melihat situasi tersebut, polisi kemudian turun tangan untuk menertibkan lalu lintas yang terlihat sudah kacau balau karena kerumunan massa.
Polisi dibantu Tim SAR kemudian mengusir warga yang masih berada di atas jembatan. Ada kabar bahwa jembatan sudah retak dan dikhawatirkan tidak mampu menahan beban massa yang semakin berat.
Kemudian jalan ke arah jembatan ditutup total, tidak ada satupun kendaraan yang diperbolehkan melintas. Tapi tetap saja ada warga yang nekat menerobos penjagaan aparat.
Meskipun sudah diperingatkan berkali – kali, tampaknya masyarakat tidak menghiraukan anjuran tersebut. Mereka tetap saja memaksa menonton bencana yang tengah berlangsung.
Seorang Tim SAR kemudian berlari ke tengah jembatan, kemudian ia berteriak dengan lantang melalui pengeras suara “Ini bukan tempat wisata, Ini Bencana !”
Sebuah kalimat yang sarat makna mendalam, yang lahir dari rasa prihatin atas apa yang terjadi.
Bencana telah menjadi tontonan!
Entah mereka peduli atau hanya memuaskan rasa penasaran mereka.